Berbahagialah Anda bila selama ini Anda dianugerahi Allah dengan daya kreativitas yang tinggi sebab “kreativitas” menjadi variabel penting bagi proses perjalanan suatu bisnis. Adakalanya, dengan bekal jiwa kreatif, Anda tak akan kesulitan bila menghadapi keadaan sesulit apa pun.
Dengan kreativitas, Anda akan mudah menemukan peluang bisnis yang bisa dikerjakan. Seperti halnya yang dilakukan Burhan Gatot dengan kreasi koran bekasnya. Dia mampu menyulap koran bekas menjadi satu kerajinan yang memiliki potensi bisnis.
Siapa yang mengira, di tangan Burhan, koran bekas bisa dijadikan peluang bisnis yang lumayan menguntungkan. Padahal, selama ini banyak di antara kita yang menjual koran bekas secara kiloan. Bila tidak begitu, dimanfaatkan untuk membungkus makanan, malah dibakar.
Kreativitas Burhan bermula ketika dia yang bekerja di sebuah media massa yang hampir setiap hari harus dihadapkan dengan bertumpuk-tumpuk koran, sedangkan di rumahnya pun, kertas koran berserakan dan hanya dibiarkan begitu saja ketika selesai dibaca. Hatinya pun merasa eman (sayang, ed.). “Sangat sayang bila koran bekas tersebut hanya dibiarkan begitu saja,” katanya.
Suatu ketika, muncul ide–melinting per bagian halaman koran–oleh pria berusia 37 tahun itu. Dia bereksperimen dengan menyusunnya menjadi sebuah bentuk. Akhirnya, kerajinan kertas koran berhasil diciptakannya. Kepiawaian Burhan dalam memanfaatkan koran bekas bukan melulu mengandalkan hasil otodidak. Namun, dia juga belajar dari berbagai sumber.
Memang, sesekali, Burhan searching di internet untuk melihat model-model suatu produk sebagai bahan untuk menciptakan atau memodifikasi bentuk baru. Hasilnya? Telah banyak produk yang diciptakan Burhan. Misalnya: tas, mangkuk buah, dudukan kursi, lampu meja, dan tempat tisu.
Dilihat dari sifat bisnis ini, selain ramah lingkungan, kerajinan kertas ini sangat ekonomis dalam penyediaan bahan baku dan pendukungnya. Kertas koran bekas jumlahnya melimpah. Malah, kabarnya, koran bekas menjadi salah satu penyumbang terbesar sampah rumah tangga. Praktis, hal ini akan mempermudah setiap orang untuk mendapatkan bahan baku. Dengan demikian, sebenarnya tanpa, modal pun bisa untuk mendapatkan bahan baku. Ditambah lagi, belum banyak pesaing di bisnis berbasis koran bekas ini.
Burhan sendiri seringkali mendapatkan koran bekas secara gratis. Teman maupun tetangganya, banyak yang menyuruh unruk mengambil koran bekas di tempat mereka. Hanya sesekali dia membeli koran bekas dari pedegang. Namun, untuk membuat kerajinan ini, tidak boleh sembarangan memilih kertas koran. Kertas yang dipakai harus dalam keadaan bersih. Kadang kala, koran bekas dipakai untuk tempat gorengan atau kena air. “Pada koran yang bersih, kekuatannya lebih bagus,” kata Burhan yang memulai usaha sampingannya ini sejak Maret 2007.
Prosesnya sederhana: Kertas koran diambil satu lembar, tanpa dibagi dua halaman, lalu dilinting melawan arah serat. Untuk mengetahui arah serat, bisa dilakukan uji penyobekan. Serat koran biasanya berarah vertikal, atas ke bawah, saat membaca koran. Jika disobek secara vertikal, akan mudah didapatkan sobekan yang lurus. Bila disobek ke arah horisontal, kiri ke kanan, atau berlawanan arah serat maka hasil sobekan akan melenceng; koran tidak mudah disobek dengan cara ini. Hasil lintingan nantinya lebih kuat saat disusun melawan serat.
Gelondongan lintingan koran bisa dibentuk menggunakan bantuan lidi. Tangan, sekaligus berfungsi merapatkan lintingan agar didapat gelondongan yang keras. Selesai dilinting, ujung terakhir dilem dengan lem kayu.
Teknik awal ini bermacam-macam sesuai objek kerajinan yang akan dibuat. Gelondongan keras dipakai pada kebanyakan kerajinan dengan model yang kokoh. Gelondongan akan dipipihkan bila dipakai untuk membuat tas karena pada pembuatan tas, pipihan tadi akan dianyam. Ada lagi bentuk tali tampar. Kertas koran tadi cukup dipelintir. Bentuk pelintiran ini dipakai untuk alas kursi atau papan catur.
Bila proses awal ini selesai, selanjutnya merangkai gelondongan, pipihan, maupun pelintiran koran menjadi bentuk yang diinginkan. Misalnya, gelondongan disusun beberapa batang dengan lem. Selanjutnya, dipotong-potong menurut ukuran dan bentuk objek. Begitu pula dengan pipihan dan pelintiran, disusun menurut keinginan. Tidak ada yang baku dalam menyusun objek. Semua terserah kreativitas pembuat.
Akan tetapi, Burhan belum mendapatkan pembeli yang benar-benar “buyer” (pembeli, ed.). Artinya, selama ini, pembeli yang melakukan order banyak diperkirakan masih menjual kerajinan itu ke buyer lain. Burhan mempunyai target membidik buyer-buyer langsung, minimal di dalam negeri.
Setelah objek mentah jadi, objek mentah itu lantas dicelup ke dalam lem kayu. Fungsinya untuk menutup pori-pori serat koran. Lem kayu dicampur dengan air untuk menghemat pemakaian. Kerajinan lalu dijemur. Pada cuaca panas, biasanya sekitar 15 sampai 20 menit sudah kering.
Langkah selanjutnya adalah pengecatan dan dalam hal ini Burhan memadukan pelitur, spiritus, dan sirlak. Kadang juga dicampurkan pewarna pelitur untuk mendapatkan corak tertentu. Komposisi pencampuran adalah: satu liter spiritus, satu ons pelitur, dan satu ons sirlak. “Pengecatan bisa dicelup atau dikuas, tapi biasanya saya memakai kuas agar tidak boros,” ucap Burhan. Kerajinan dijemur kembali sampai mengering dan selesai proses produksi.
Lamanya produksi, untuk kerajinan bentuk kecil, bisa diselesaikan dalam sehari. Namun untuk ukuran besar, seperti rak dinding atau lampu meja, bisa selesai dalam dua atau tiga hari dengan tingkat kesulitan masing-masing.
Burhan mematok harga kerajinannya antara tujuh ribu sampai 200 ribu rupiah. Harga paling murah ini, contohnya, mangkuk buah yang digemari ibu-ibu. Kadang, harga tersebut masih ditawar. Lampu meja dijual 200 ribu rupiah. “Orang Solo masih belum terlalu menghargai nilai kreativitas. Jadi, beli barang hanya dilihat dari nilai intrinsik bahannya saja,” ujar lulusan jurusan Ilmu Komunikasi, UNS ini.
Oleh karena itu, Burhan turut memasarkan barangnya lewat internet. Di samping masih punya pekerjaan utama sebagai tenaga IT, dunia maya lebih mudah dijangkau semua orang dalam pemasaran. Tidak heran, bila selama ini dia lebih banyak menerima order dari luar kota. Sebulan, dia bisa mendapatkan tiga sampai lima pembeli dengan jumlah pemesanan barang yang langsung banyak.
Untuk lebih memperkenalkan produknya kepada pembeli, Burhan sesekali mengikuti pameran. Ternyata, saat mengikuti pameran, produknya banyak digemari. “Pertama kali ikut pameran di Pasar Seni Ancol, Jakarta,” kata Burhan. Malah, ketika pameran di acara SIEM, Solo, beberapa waktu lalu, per hari dia bisa meraup keuntungan satu juta rupiah.
Lantas, bagaimana prospek bisnis yang bisa dikategorikan bisnis rumahan ini? “Sebenarnya, prospek kerajinan ini cukup besar. Hanya saja, terkendala soal SDM,” ujar Burhan. Memang, untuk bisa ambil bagian dari bisnis ini, diperlukan kemahiran dan ketelatenan. Saat ini, dalam menjalankan bisnis sampingan koran bekas, Burhan dibantu dua karyawan freelance. Jumlah tersebut akan bertambah seiring dengan jumlah order yang ada.
Lantaran itu pula, Burhan mengajari tetangganya, bahkan siswa sekolah, untuk bersama-sama belajar teknik membuat kerajinan kertas koran. Rencananya, selain mendapat ilmu, mereka akan direkrut untuk bergabung bersama. “Ini misi sosial saya. Tidak semata-mata untuk mencari nilai ekonomis,” kata Burhan yang tinggal di Baluwarti, Solo. (Ilham)
Artikel www.PengusahaMuslim.com